Sayangnya, masih saja ada stigma terhadap orang dengan epilepsi (ODE). Ada yang dikucilkan dari lingkungan, dikeluarkan dari sekolah, terhambat karirnya, hingga ke masalah rumah tangga.
Irawaty Hawari, Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia yang juga dokter spesialis saraf menceritakan bahwa di beberapa daerah, epilepsi masih kurang dipahami oleh masyarakat.
Sering kali kejang atau bangkitan yang dialami ODE dikira sedang kerasukan makhluk halus. Terjadinya kejang dipandang sebagai hal yang menakutkan. Padahal seharusnya tidak demikian.
“Masih banyak mitos mengenai epilepsi. Kami dapat laporan dari salah satu orang dengan epilepsi, kalau ada anak yang kejang maka sekolah diliburkan, murid-murid dipulangkan,” ujar Ira beberapa waktu lalu di Jakarta.
Bangkitan yang dialami ODE pun tak hanya kejang. Tiba-tiba bengong atau hilang kesadaran sesaat, hingga berteriak sendiri juga merupakan tipe bangkitan ODE.
Sayangnya, ODE yang mengalami bangkitan berteriak sering kali dianggap menderita gangguan jiwa. Akibatnya penanganan yang salah dilakukan terhadap ODE yaitu dibawa ke rumah sakit.
Menurut Ira, stigma dapat membuat ODE merasa tertekan dan depresi. Banyak pula keluarga ODE yang menutup-nutupi keadaan sehingga penanganan epilepsi menjadi tidak optimal. Padahal, kejang atau bangkitan lain dapat dikontrol dengan obat yang tepat.
Epilepsi bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari anak-anak maupun orang dewasa. Obat dapat menghentikan serangan epilepsi dan meningkatkan kualitas hidup ODE.
“Epilepsi enggak pengaruhi IQ. ODE sama saja dengan yang lain, bisa berprestasi, yang penting terkontrol,” jelas Ira.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap ODE, dunia pun menyepakati Hari Epilepsi Internasional akan diperingati setiap minggu kedua di bulan Februari atau jatuh pada 9 Februari 2015. Ira mengatakan, peringatan ini diprakarsai oleh The International Bureau for Epilepsy (IBE) dan The International League Against Epilepsy (ILAE).
Sumber :
http://health.kompas.com/read/2015/02/10/154740723/Epilepsi.Tidak.Menular.dan.Bisa.Diobati