Terganggunya suatu organ bisa menyebabkan organ lain ikut mengalami gangguan. Hal itulah yang terjadi pada penyakit epilepsi dan gangguan lain yang menyertainya (komorbiditas).
Tentunya jenis komorbiditas yang timbul tidak sama antar penderita epilepsi. Misalnya, kerusakan otak pada penderita epilepsi mengganggu tumbuh kembang hingga menurunkan kemampuan anak.
"Gangguan yang timbul bergantung pada kapan epilepsi diketahui, terapi yang dijalani, dan jenis epilepsi yang dijalani. Ketiganya berefek pada bagaimana kontrol kejang yang timbul dari epilepsi," kata dokter neurologi anak, Setyo Handryastuti, pada seminar Pahami Penyakit Penyerta pada Epilepsi Anak, di Jakarta.
Berikut tiga faktor penentu komorbiditas epilepsi pada anak:
1. Jenis epilepsi
Epilepsi pada dasarnya dibagi dua, yaitu simtomatik yang ditandai adanya kerusakan otak pada hasil CT Scan atau MRI; dan idiopatik yang tidak ditandai adanya kerusakan otak. Keduanya ada pada jenis kejang akibat epilepsi, yaitu sebagian (fokal) dan umum. Makin berat epilepsi yang diderita maka gangguan penyertanya kemungkinan juga semakin berat.
Hal lain yang patut diwaspadai adalah sindrom epilepsi yang cukup berbahaya, misalnya penyakit leros gasto. Penyakit ini adalah epilepsi yang ditandai keterbelakangan mental dan terlambatnya perkembangan motorik pada anak. Keterlambatan bisa terjadi sebelum atau setelah diagnosis epilepsi.
2. Jenis terapi
Terapi dengan dua macam obat memberi risiko komordibitas lebih besar pada pasien dibanding yang hanya memperoleh satu macam obat. Hal ini sama dengan penggunaan fenobarbital pada penderita epilepsi.
"Fenobarbital digunakan untuk mengontrol kejang penderita epilepsi. Namun penggunaan jangka panjang berisiko menyebabkan hiperaktif dan ADHD pada anak. Karena itu penggunaan fenobarbital mulai dibatasi, dan hanya diberikan dalam keadaan darurat," kata Handry.
3. Usia terkena epilepsi
Pasien yang sudah lama menderita epilepsi tanpa mendapatkan terapi sesuai, berisiko mengalami komordibitas lebih besar. Risiko yang sama juga dialami penderita epilepsi yang kerap kejang.
Menghadapi risiko ini, Handry menyarankan orangtua segera memeriksakan anaknya yang kerap kejang tanpa dilalui demam tinggi atau cedera kepala. Kejang merupakan gejala khas penderita epilepsi yang disebabkan ketidakseimbangan muatan listrik pada otak. Dengan memeriksakan sesegera mungkin, pasien bisa secepatnya mendapat terapi untuk mengendalikan epilepsi dan menghadapi komorbiditas yang timbul.
"Prinsip terapi adalah monoterapi satu obat sesuai tipe kejang dan epilepsi, dengan dosis serendah mungkin. Selanjutnya dokter akan mengevaluasi selama 1-2 minggu apakah masih ada kejang. Jika tidak ada pengobatan diberikan dalam dosis tetap selama dua tahun, namun bila masih kejang, dosis obat dinaikkan bertahap hingga bebas kejang selama dua tahun," kata Handry.
Sumber :
http://health.kompas.com/read/2014/03/21/1416265/Apa.yang.Pengaruhi.Munculnya.Gangguan.Penyerta.Epilepsi.