Pada awal bulan Mei 2014, Kami pengurus Yayasan Epilepsi
Indonesia (YEI) mendapat sebuah surat
dari LGN (Lingkar Ganja Nusantara), yang intinya mau minta waktu bertemu untuk
audiensi (kop surat ada lambang garuda warna emas dan ditandatangani oleh
seseorang yang bernama Dhira Narayana tanpa cap/stempel).
LGN adalah sebuah organisasi yang berdiri sejak tahun 2010,
yang memperjuangkan agar pohon ganja dilegalisasikan. Mereka meng-klaim ganja
sebagai materi untuk pengobatan, dimana salah satunya adalah untuk penderita
epiepsi.
Kami dari YEI merasa sangat prihatin dengan adanya organisasi
tersebut dengan alasan:
1.
LGN dengan bebasnya menggunakan kop surat dengan
lambang Garuda Pancasila, yang biasanya surat dengan lambang negara digunakan
untuk surat resmi kenegaraan.
2.
LGN dalam suratnya mengatakan bahwa tanggal 3
Mei 2014 mereka menggelar aksi “Global Marijuana March”/GMM di 7 kota di
Indonesia. Di Jakarta mereka menggelar di depan Istana Negara dan menyerahkan
secara simbolis ekstrak ganja kepada Presiden untuk disampaikan ke Menteri
Kesehatan RI (??).
3.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang valid
mengenai ganja sebagai pengobatan, termasuk pengobatan epilepsi.
4.
Ganja termasuk dalam golongan narkotika yang
penggunaannya melanggar hukum dan haram dari sisi agama.
Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa banyak sekali
“promosi” berbagai macam zat/tanaman/makanan/obat yang “katanya” untuk
pengobatan epilepsi. Memang penyakit epilepsi membutuhkan pengobatan jangka
panjang, yang kadang membuat keluarga atau ODE sendiri merasa bosan minum obat,
sehingga seirngkali mau “jalan pintas” untuk kesembuhannya.
Penghentian obat anti epilepsi (OAE) dan menggantikannya
dengan obat “alternatif” tersebut akan menyebabkan bangkitan muncul kembali,
bahkan bisa terjadi suatu keadaan kejang
lama terus menerus (status epileptikus) yang dapat mengancam jiwa.
Untuk menjadikan suatu
zat sebagai bahan dasar untuk pengobatan dibutuhkan jangka waktu panjang dan
memerlukan beberapa tahapan penelitian, sampai akhirnya zat atau obat tersebut
diindikasikan untuk pengobatan.
Tahapan penelitian biasanya dimulai dari binatang percobaan,
baru dicoba ke manusia selama bertahun-tahun. Bila saat diberikan pada manusia obat
tersebut secara bermakna bermanfaat dan lebih unggul dibandingkan dengan obat
standard serta tidak menimbulkan efek
samping, baru obat tersebut dapat digunakan sebagai pengobatan. Begitu
pula saat sudah direkomendasikan untuk pengobatan, pemilihan obat juga harus
sesuai dengan “Evidence Based Medicine”.
Kembali pada tanaman ganja, kita ketahui bahwa ganja
(THC/Tetra Hydro Cannabinol) termasuk dalam golongan narkotika (selain heroin
dan cocain). Pemakai ganja antara lain dapat mengalami halusinasi, paranoid,
perasaan waktu berjalan lambat, mata merah, nafsu makan meningkat, apatis. Meskipun tidak menimbulkan ketergantungan
secara fisik seperti pada penggunaan heroin ataupun kokain, pemakaian ganja
juga akan mengalami gangguan pada sistem neurotransmitter (sinyal penghantar
saraf), yang nantinya akan menimbulkan gangguan mental dan perilaku.
Meskipun beberapa penelitian dari ekstrak ganja dikatakan
dapat untuk mengobati kanker dan epilepsi, tapi penelitian tersebut tidak
menjalani tahap-tahapan penelitian yang benar (kadang hanya “coba-coba”/contoh
kasus), sehingga tulisan tersebut
menjadi tidak valid.
Dalam era digital saat ini dimana semua orang bebas
menuliskan apapun melalui internet/sosial media/dll, kita harus pandai dan
bijaksana dalam memilah sumber bacaan, sehingga kita dapat menerima informasi
yang benar, bukan malah menyesatkan. Jadi, jangan begitu saja mempercayai
informasi baru.
Demikian Kami buat himbauan ini agar kita tidak mudah begitu
saja mempercayai suatu tulisan tanpa jelas sumber beritanya dan agar kita
menjadi lebih waspada.
Wassalam,
Dr. Irawaty Hawari, SpS
Ketua Umum YEI
“dan bila aku sakit DIA-lah yang
menyembuhkan”
(Q.S
As Syua’ara, [26]:80)
“setiap sakit ada obatnya.
Jika obat itu tepat mengenai sasarannya,
Maka dengan izin Allah penyakit itu sembuh”
(H.R.
Muslim & Ahmad)
“Allah tidak menjadikan penyembuhanmu
dengan apa yang diharamkan atas kamu”
(H.R.
Al Baihaqi)