Alhamdulillah, tidak diduga saya dinyatakan bebas dari
epilepsy dgn EEG dan MRI normal. Alhamdulillah, Allah maha besar.
Saya sampai tidak percaya dan meminta mereka mengecek ulang
lagi hasil EEG saya, dan hasilnya tetap sama, tidak ada kelainana sama sekali.
Bahkan neurologistnya pun takjub karena saya perlihatkan hasil EEG saya yang dulu abnormal saat pertama kali saya didiagnosis menderita epilepsy grand mal
Padahal yang selama ini saya pelajari dari berbagai textbook
bahwa epilepsy tidak bisa dihilangkan, namun hanya bisa dikontrol oleh ODE
sendiri dgn terapi farmakogenik dan non farmakogenik. Ini betul2 miracle dan
membawa harapan bagi penanaganan ODE kdepannya, insya allah:)
Jadi saya mulai menunjukkan gejala petit mal saat berusia
sekitar 8 tahun (saat itu duduk dikelas 3 SD di Papua) dengan gejala seperti orang
bengong beberapa kali sehari. Karena tidak diobati dan frekuensinya menjadi
semakin sering (bisa sampai 10 kali sehari) akhirnya berkembang menjadi grand
mal saat saya berusia 10 tahun. Frekuensi kejang saat itu mulai dari seminggu
sekali bahkan sekali sehari tergantung pencetusnya (lelah bermain, marah,
sedih, kedinginan, kurang tidur dan kebanyakan nonton TV).
Orangtua pertama mengira saya kena roh jahat, makanya sempat
dibawa berkeliling sulawesi selatan untuk berobat ke berbagai dukun dan orang
pintar, namun akhirnya karena tidak sembuh2 orangtua menyerah juga dan pasrah.
Mereka hanya bisa selalu menguatkan dan berdoa demi kesembuhan saya dan
memaklumi nilai-nilai saya yg hancur total dinagku SD. Saat itu prestasi saya
menurun dari yang selalu rangking tiba besar dikelas menjadi lima besar yg paling
terakhir dikelas. Untungnya, alhamdulillah saya tidak pernah tinggal kelas.
Saat saya duduk dibangku kelas 6 SD, orangtua saya
disarankan untuk membawa saya ke dokter spesialis saraf dimakassar untuk terapi
medis. karena sudah tidak punya pilihan, makanya akhirnya saya sejak saat itu
menghabiskan waktu dimakassar untuk terapi epilepsy.
Saya menghabiskan waktu sekitar 10 bulan dengan konsumsi
obat dan check up ssebulan sekali ke dokter spesialis.
Suatu hari saat sedang menunggu di ruang dokter tsb, saya
membaca sebuah majalah yang berisi tentang epilepsy. Kebetulan dari sejak kecil saya
suka membaca, apapun itu suka saya baca. Nah, di majalah itu ada informasi tentang
apa itu aura dan tanda-tandanya. saya merasa apa yang ditulis itu ada yang seperti
kondisi yang sering saya alami.
Setiap kali kejang saya selalu merasa ada yang berbeda pada
diri saya. Kadang saya merasa tiba-tiba seperti pikiran kosong, melayang
bermimpi, sensitif pada suara dan cahaya, bahkan seperti orang yang mau tertidur
meski ditengah-tengah keramaian. Setelah itu kemudian jatuh pingsan dan gak
sadarkan diri selama beberapa menit.
Selama terapi dengan dokter saya setiap hari mengkonsumsi obat
dengan jenis yang berbeda, yang harus saya minum tiga kali sehari.Saya sudah tidak
ingat apa nama obat-obatan tersebut, tapi saya merasakan ada efek samping
misalnya saya jadi pelupa, mudah sakit kepala dan kekacauan saat berbicara dan
saat berjalan.
Setelah 10 bulan treatment dengan obat dan mulai belajar
mengenali tanda aura, kejang saya sedikit demi sedikit berkurang. Tanpa cerita
pada neurologist saya, saya mulai mengurangi dosis obat saya secara
diam-diam dengan cara mengikis obat sedikit demi sedikit.
Saya tidak menghentikan obat-obatan saya secara otomatis namun
perlahan-lahan sampai obat saya habis. Dan kebetulan saat itu saya harus pindah
sekolah ke Papua untuk jenjang pendidikan SMP. Saat itu belum ada dokter
spesialis saraf di Papua, jadi sudah pasti disana saya sama sekali tidak
mengkonsumsi OAE.
Selama dalam periode tidak mengkonsumsi obat itu, saya mulai
rajin mencari informasi tentang epilepsi, apa itu epilepsy dan pantangannya.
Orangtua saya menjadi sangat protektif karena kondisi saya tapi selalu memberi
saya spirit dan tidak membeda-bedakan saya dengan saudara saya yang lain.
Saya hindari semua pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh
ODE, dan tetap mengenali aura. Tanpa saya sadari rupanya saya mulai menerapkan
apa yg kemudian di textbook disebut sebagai self management bagi penderita
epilepsy.
Ini saya lakukan sejak SMP hingga duduk dibangku kuliah (kebetulan
jurusan saya diKeperawatan, jadi saya belajar cukup intens tentang kesehatan). Jadi
selama rentang waktu ini saya bebas dari kejang dan juga bebas dari obat anti
epilepsi sama sekali. Tapi, ada satu kali ditahun 2002, karena terlalu sibuk
dengan tugas kuliah dan begadang mengerjakan laporan, saya abaikan aura saya.
Akhirnya paginya saya kena serangan dengan disaksikan oleh teman kost-kostan
saya.
Sejak saat itu saya berjanji hal itu tidak akan terjadi
lagi. Saya kemudian menghilangkan kebiasaan begadang, nonton
terlalu lama didepan TV, menghindari kelelahan karena aktivitas berlebih,
mengurangi stress berlebihana dan selalu berusaha tersenyum dalam berbagai
kondisi. Setiap masalah saya hadapi dengan santai dan berusaha hidup lebih
teratur dan mandiri.
Oh ya, saya juga berusaha menghindari beberapa jenis makanan
yang dianggap menjadi pencetus kejang seperti pisang, cokelat, keju dan makanan
yang mengandung MSG. Ini saya baca dari salah satu buku kuliah saya dulu tentang
neurology.
Alhamdulillah sejak saat itu hingga sekarang saya gak pernah
lagi kejang. Aura masih tetap ada saat saya melanggar pantangan misalnya
begadang, atau gak sengaja makan makanan yang mengandung MSG dan pisang. Juga ada
satu hal yang sering memicu stress saya yaitu saat harus berhitung menggunakan rumus
matematika dan statistika. Kadang saat mengerjakan rumus2 atau kalkulasi otak
saya seperti tiba-tiba membeku, gak bisa berfikir sama sekali. Tidak heran jika
selama kuliah nilai untuk mata kuliah yg berhubugan dgn matematika saya selalu
lulus dengan nilai pas-pasan, hehehe.
Jika aura saya muncul (tanda-tandanya adalah migrain,
mengantuk hebat, hilang fokus, tatapan mata kosong dan seperti digelitik diperut),
biasanya aktivitas apapun yang saya kerjakan langsung saya hentikan. Setelah itu
Saya langsung tidur 1-2 jam di ruangan yg lampunya dimatikan. teman-teman kuliah
maupun teman kantor saya sudah tau kebiasaan saya ini, jadi mereka pun selalu
mengingatkan untuk istirahat yang cukup saat aura muncul.
Aktifitas harian saya tidak berbeda dgn orang-orang pada umumnya,
saya kuliah, kemudian bekerja full time sebagai dosen disalah satu PTN
diIndonesia Timur. Saya tidak pernah membatasi diri melakukan aktifitas seperti mengendarai motor, olahraga bela diri kempo dan Taekwondo, berenang bahkan saya
juga kadang mencoba aktivitas permainan extreme yang dikategorikan dilarang untuk
penderita epielpsy hanya karena jiwa pemberontak saya ingin sekedar membuktikan
bahwa saya tidak berbeda dengan orang normal lainnya.
Tahun 2006 saya mendapat beasiswa Master dari pemerintah
Australia untuk kuliah di University of Technology Sydney, kemudian disusul
beasiswa pemerintah Indonesia pada tahun 2011 untuk melanjutkan pendidikan
di University of Sheffield, Inggris hingga saat ini. Selama mendaftar kedua
beasiswa itu saya tidak pernah menyebutkan bahwa saya penderita ODE, saya tidak
mau dikasihani ataupun dianggap tidak mampu oleh orang yg tidak mengerti akan
kondisi ODE. Alhamdulillah, Allah selalu memudahkan jalan saya dalam pendidikan
dan karir.
Nah, darimana saya tau bahwa saya bebas dari epilepsy?
Beberapa bulan lalu saat kuliah diInggris sini, saya gagal disalah satu mata
kuliah, tepatnya mata kuliah statistik. Testnya bernetuk ujian tulis. Saat
ujian saya tidak mengerjakan test sampai selesai. saya kena serangan aura
diruang ujian karena semalam sebelumnya saya begadang, juga ditambah faktor
stress menghadapi ujian hitung-hitungan dalam bahasa inggris. Saya sempat merasa
otak saya membeku dan tidak bisa berfikir selama ujian sampai akhirnya saya
memutuskan untuk meninggalkan ruangan ujian 1 jam sebelum testnya berakhir.
Jadi tidak heran akhirnya saat hasilnya diumumkan saya termasuk dalam beberapa
students yang tidak lulus dimata kuliah tersebut.
Saat saya konsultasi dengan pihak universitas tentang sebab musabab
kegagalan saya, akhirnya diketahui saya memiliki phobia pada matematika karena
saya tidak bisa maksimal belajar kalkulasi. Oleh pihak kampus Saya akhirnya
direfer ke Neurologist disalah satu Rumah Sakit Pendidikan milik universitas,
Sheffield Royal Hallam Hospital.
Oleh neurologist tadi saya diminta untuk mengikuti
serangkaian test untuk memastikan apakah saya benar2 menderita epilepsy atau
tidak.
Beberapa test yg saya ikuti antara lain MRI (karena keluhan
migrain), EEG dimana saya diberi beberapa stimulus yg umumnya akan
membangkitkan kejang penderita ODE dan juga whole blood test (ada history
diabetes dikeluarga saya). Semua aktifitas saya saat mengikuti test EEG direkam
dalam video oleh pihak RS untuk analisis oleh neurologist.
Satu bulan kemudian, tepatnya 2 hari yg lalu, saya menerima
surat dari neurologist saya tadi, yang di dalamnya menyatakan bahwa saya sama
sekali tidak menderita epilepsy. Saya kaget dan gak percaya. Untuk meyakinkan
saya kemudian menghubungi lagi pihak RS untuk menanyakan kemungkinan hasil saya
tertukar ataukah kesalahan dalam prosedur, tapi mereka meyakinkan bahwa benar
itu adalah hasil saya sendiri bukan milik org lain.
Tak terkira rasa syukur saya kepada Allah SWT karena ini
jadi sebuah berkah dan keajaiban disaat saya sempat down dan berfikir bahwa
mungkin selamanya saya akan ditemani oleh Epilepsy seumur hidup saya. seperti
yg tertulis dalam literature yg saya pernah baca selama ini. Ternyata saya
salah! Jika Allah sudah berkehendak, tidak ada satupun manusia yg bisa
mencegahnya. Allahu akbar!
Saya juga yakin tidak lepas dari besarnya dukungan dan doa
orangtua saya selama ini, teman-teman terdekat, rekan-rekan kerja bahkan pihak
universitas tempat saya kuliahlah. Tanpa mereka saya yakin saya tidak akan
seperti sekarang ini, selalu positive dan termotivasi dan tidak pernah menyerah
dengan diagnosis Epilepsy tsb.
Saya yakin, mungkin ada diantara anda yg bakal skeptis dan
tidak percaya pada cerita saya. Namun begitulah cerita hidup saya yg bergelut
dengan epilepsy 18 tahun terakhir.
Mungkin jika anda masih kurang percaya bisa langsung
mengkonfirmasi orang-orang terdekat saya, yg tau persis dari dulu bahwa saya
adalah penderita epilepsy.
Cerita ini saya bagi karena saya ingin memotivasi teman2 ODE
yg lain bahwa gak ada yg gak mungkin jika Allah sudah berkehendak.
Ini semakin membuat niat saya menjadi lebih kuat untuk
mengabdikan hidup saya, membantu penderita epilepsy agar mereka pun kelak bisa
sembuh, bebas dari kejang dan dapat berfungsi normal ditengah-tengah
masyarakat.
I'm the luckiest person in the world karena saya tahu bahwa
Allah selalu menyayangi saya, dimanapun saya berada dan apapun kondisi saya.
Tetap semangat saudara-saudaraku:))