Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis.
Diet ini mengandung 2-4 gram lemak untuk setiap kombinasi 1 gram karbohidrat dan protein. Diet ketogenik biasanya digunakan sebagai terapi dari epilepsi. Melalui diet ketogenik, lemak menjadi sumber energi dan keton terakumulasi di dalam otak sehingga menjadi tinggi kadarnya (ketosis).
Keadaan ketosis ini dipercaya dapat menghasilkan efek antikonvulsi, yang dapat mengurangi simptom epilepsi dengan mengurangi frekuensi dan derajat kejang, meskipun bagaimana mekanisme biokimia peristiwa ini belum diketahui dengan pasti. Pada anak-anak diet ini dirasakan lebih efektif dibandingkan orang dewasa, khususnya pada saat obat antikolvusan tidak bekerja secara efektif atau menjadi kontraindikasi.
Makanan yang digunakan dalam diet ini memanfaatkan produk trigliserida dengan kandungan tinggi (mentega, krim, mayonais) dan kacang. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam makanan dan minuman dikurangi untuk menambah efek akumulasi keton. Diet ketogenik sebenarnya telah lama ditemukan yaitu pada sekitar tahun 1930-an; tetapi sejak diketemukannya phenytoin pada tahun 1938, diet ini semakin jarang digunakan. Pada tahun 1990-an diet ini dikembangkan dan diimplementasikan kembali pada klinik Mayo dan Fakultas Kedoketran John Hopkins.
Diet ketogenik merupakan alternatif terapi khususnya pada anak-anak dengan gangguan kejang yang tidak terkendali. Diet harus dilakukan dengan hati-hati dan dibawah pengawasan ahli gizi. Pada diet ketogenik ini hingga 90% sumber kalori dapat diberikan dalam bentuk lemak, dengan asupan protein tidak lebih dari 1g /kg berat badan dan minimal karbohidrat. Rasio standar dari kalori lemak berbanding karbohidrat dan protein adalah 4:1, pada anak-anak yang usianya lebih muda dan remaja rasio bisa menjadi 3:1 hal ini dikarenakan karena mereka dalam usia pertumbuhan sehingga diperlukan asupan protein lebih banyak. Cairan yang masuk dibatasi hingga 80% dari asupan biasa dan vitamin dan mineral harus diberikan dalam bentuk suplemen.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran John Hopkins yang melibatkan 150 pasien anak-anak dengan gangguan kejang tidak terkontrol dilaporkan terjadi penurunan serangan setelah pasien menjalani diet ketogenik ini.
Yang banyak menjadi pertanyaan adalah: Apakah diet ini tidak akan mengganggu pertumbuhan dan berat badan anak (anak menjadi obese karena makan tinggi lemak)?
Hasil menunjukkan bahwa anak-anak tetap tumbuh dalam batas-batas yang normal. Efek samping yang mungkin muncul akibat diet ketogenik jangka panjang adalah konstipasi, batu ginjal (6-7%); biasanya dalam bentuk kalsium sitrat atau asam urat, turunnya berat badan, dehidrasi, hipekolesterolnemia dan penipisan tulang (oleh karenanya pada diet ini bisanya ditambahkan preparat vitamin D dan kalsium).
Kesuksesan dari diet ini memungkinkan penurunan dosis antikonvulsi yang berarti dapat menurunkan risiko efek samping dari pemakaian obat tersebut, sehingga diet ketogenik dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif dalam mengontrol serangan kejang khususnya pada anak-anak dengan epilepsi karena selain efektif juga dengan baik dapat ditoleransi.
Sumber : http://www.padusi.com