I. Latar Belakang
Secara umum, kualitas hidup (Orang Dengan Epilepsi) ODE dipengaruhi oleh faktor medis, faktor sosial, dan faktor individu. Hal ini senada dengan penjelasan Bishop dan Hermann (dalam Baker dan Jacoby, 2000). Menurut mereka, kualitas hidup ODE dipengaruhi oleh sepuluh domain, yaitu: simptom, stigma, fungsi fisik, fungsi kognitif, fungsi sosial, fungsi keluarga, status peran/pekerjaan, fungsi psikologis, energi dan vitalitas,
serta kepuasan hidup. Kesepuluh domain tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Setiap domain memiliki pengaruh tersendiri terhadap kualitas hidup ODE. Setiap domain juga akan berpengaruh satu sama lain.
serta kepuasan hidup. Kesepuluh domain tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Setiap domain memiliki pengaruh tersendiri terhadap kualitas hidup ODE. Setiap domain juga akan berpengaruh satu sama lain.
Persentase jumlah ODE pada sebuah negara adalah sekitar 1,9-2% dari total jumlah penduduk suatu negara. Dengan demikian, jumlah ODE di Indonesia ada sekitar 4 juta penduduk (Anonim, 2002). Namun ada sumber lain yang mengatakan bahwa jumlah ODE di Indonesia ada sekitar 1-1,5 juta orang (Anonim, 2006). Dari total 1,5 juta orang, sekitar 20% ODE di Indonesia belum bisa disembuhkan. Sebanyak 20% lainnya baru bisa disembuhkan dengan menjalani operasi, dan sisanya (60%) dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur.
Epilepsi adalah patologi kronis yang dapat menjadi salah satu penyebab masalah sosial, karena adanya prasangka dan ketentuan sosial. Situasi ini tidak hanya berlaku bagi pasien dewasa, tetapi juga berlaku bagi pasien anak-anak dan remaja. Pada pasien dewasa, ditemukan adanya tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi, serta kemungkinan yang kecil untuk menikah, dan memiliki pekerjaan tetap. Pada pasien anak-anak dan remaja, ditemukan adanya pemahaman yang kurang tentang epilepsi, dan terhambatnya proses belajar. Pada akhirnya semua ini dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang (Montanaro, 2004).
Kualitas hidup remaja dengan epilepsi dipengaruhi oleh stigma sosial negatif tentang epilepsi. Stigma tersebut akan berpengaruh pada masa perkembangan, pembentukan identitas, harga diri, serta hubungan sosial (Aguilar dkk, 2004). Kualitas hidup yang rendah ditemukan juga pada orang dewasa yang memiliki epilepsi pada masa kecil. Serangan epilepsi yang muncul pada masa kecil, memiliki efek tidak langsung pada kepribadian seseorang dan proses kematangan psikososial. Efek tidak langsung tersebut dipengaruhi oleh harapan rendah orang tua, yang dibandingkan dengan kesehatan anak mereka dan overproteksi yang bertentangan. Perkembangan sosio-emosional juga dapat dipengaruhi oleh perilaku negatif kelompok sekitar (Sillanp dkk, 2004)
The International League Against Epilepsy (ILAE), the International Bureau for Epilepsy (IBE), dan the World Health Organization (WHO), pada bulan juni 1999 mencanangkan kampanye global melawan epilepsi. Tujuan utama kampanye adalah membawa epilepsi out of shadows dengan cara mengembangkan diagnosis, treatment, prevensi, dan penerimaan sosial. Kampanye ini diiharapkan dapat menjadi sarana peningkatan kualitas hidup ODE dapat meningkat (Mrabet dkk, 2004).
Sosialisasi epilepsi bukanlah hal yang mudah. Ada situasi yang mendukung, dan ada pula situasi yang menghambat sosialisasi. Asumsi ini didapatkan melalui informasi media massa, dan juga wawancara sebelumnya kepada beberapa ODE. Berikut ini penjelasannya :
Situasi Pendukung Situasi Penghambat
1. ODE ingin saling berbagi pengalaman
2. Adanya acara pertemuan dokter-ODE-umum
3. Fasilitas Askeskin
4. Informasi medis tentang epilepsi (internet)
5. Jaringan online ODE-keluarga-dokter
6. Telah terbentuk : PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia), dan YEI (Yayasan Epilepsi Indonesia) 1. Identitas ODE tidak ingin diketahui.
2. Keterbatasan akses informasi (medis & sosial) dan pengaruhnya pada sikap terhadap ODE
3. Mayoritas ODE adalah kaum menengah ke bawah, hambatan akses internet.
4. Network yang ada masih terbatas
5. Budaya : Mikul dhuwur mendem jero, tapa bisu. Hal-hal buruk jangan dibicarakan
Di Indonesia sendiri, telah terbentuk Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) pada tanggal 8 Oktober 1992. Visi dan misi yayasan ini adalah memberi kesejahteraan kepada ODE, serta membantu meningkatkan upaya-upaya penanggulangan epilepsi di Indonesia dengan usaha-usaha terutama pada aspek psikososial. Pada tahun 1993, terbentuklah klub epilepsi yang anggotanya terdiri dari keluarga ODE dan simpatisan. Klub tersebut merupakan wadah bagi para anggotanya untuk bertukar pengalaman dan informasi di dalam usaha peningkatan kesejahteraan ODE. Sampai bulan juni 2006 Beberapa kegiatan YEI antara lain (Anonim, 2006):
1. Mengadakan penyuluhan bagi masyarakat dan di sekolah-sekolah, serta ceramah di radio dan televisi.
2. Menyelenggarakan berbagai kegiatan ilmiah berupa seminar dan simposium bagi masyarakat awam dan dokter.
3. Menghadiri kongres epilepsi nasional dan internasional.
4. Menjadi anggota IBE sebagai FRIEND OF IBE sejak Agustus 1996.
5. Mengadakan beberapa kegiatan : saling tukar menukar pengalaman antar sesama anggota, rekreasi bersama,memberikan beasiswa untuk mengikuti kursus keterampilan bagi ODE yang tidak mampu, pelayanan konsultasi kesehatan gratis dan pengadaan obat anti epilepsi.
6. Menerbitkan buletin setiap bulannya.
Proyek ini akan lebih berorientasi pada aspek sosial kehidupan ODE, khususnya peningkatan kesadaran dan informasi tentang epilepsi dan ODE. Dengan demikian, diharapkan Epilepsy Awareness Raising Project (EARP) dapat turut serta berperan, bersama pihak medis, serta lembaga-lembaga yang berhubungan (PERPEI dan YEI) dalam kampanye peningkatan kualitas hidup ODE.
EARP diadaptasi dari program Indian Epilepsy Association (IEA). IEA pernah mengadakan acara ‘epilesy awareness week’. Topik-topik yang diangkat dalam acara tersebut antara lain social awareness tentang epilepsi, mitos-mitos epilepsi, treatment bagi ODE, perilaku menolong, kehidupan normal bagi ODE yang serangannya terkontrol, pendidikan bagi anak dengan epilepsi, isu pernikahan dan reproduksi wanita dengan epilepsi, reduksi stigma, pengetahuan masyarakat, serta harapan agara ODE mendapatkan kembali self-respect. IEA juga megadakan perjalanan edukasional bagi ODE, salah satu tujuannya memupuk interaksi sosial antara ODE(Anonim, 2008).
Kegiatan menggambar, atau lebih tepatnya berkespresi juga pernah diadakan di Glasgow dan Singapura. Tema yang diangkat dalam kegiatan ini adalah Freedom In Mind : What Freedom From Seizure Means For People With Epilepsy. Acara ini bukanlah sebuah perlombaan;, melalui acara ini diharapkan dapat menjadi sarana ODE untuk mengekspresikan emosi dan pikirannya, yang selama ini ’tersembunyi’. Seni di sini dapat berbentuk apapun : lukisan, gambar, fotografi, gambar hasil desain komputer, puisi, cerpen, kutipan dari buku harian, audio diary, musik atau lagu yang diciptakan, video diary, film pendek, video dari hp, dll. Hal yang penting adalah, segala bentuk seni itu adalah original dan mewakili kondisi ODE. Acara ini adalah sebuah undangan terbuka bagi seluruh ODE ( baik yang sudah operasi maupun belum operasi) untuk mengekspresikan imajinasi artistik mereka, dan menciptakan benda seni, yang merupakan ekspresi personal tentang konsep kehidupan bebas dari serangan (Anonim, 2007).
II. Tujuan dan Populasi Target
Tujuan EARP adalah meningkatkan kesadaran pentingnya komunikasi atau interaksi antara ODE-masyarakat demi mendukung peningkatan kualitas hidup ODE. Populasi target dalam proyek ini adalah masyarakat Yogyakarta secara umum, baik ODE maupun non-ODE. Bagi ODE, EARP diharapakan dapat membantu meningkatkan kesadaran bahwa keterbukaan tentang identitasnya sebagai ODE adalah hal yang penting, untuk mencari bantuan ataupun mencegah kecelakaan saat serangan, dan juga belajar mengatasi rasa malu. Bagi masyarakat, EARP diharapkan dapat menjadi sarana pemberian informasi tentang bagaimana kondisi ODE yang sebenarnya, dan diharapkan dapat menimbulkan kesadaran perlunya membuka tangan bagi para ODE. Bagi ODE dan masyarakat, informasi tentang epilepsi dan pertolongan pertama juga akan diberikan.
Output yang diharapkan dari proyek ini adalah peningkatan pemahaman masyarakat tentang epilepsi, dapat mereduksi stigma yang ada, serta inisiatif ODE untuk terbuka. Dengan ini diharapkan kualitas hidup ODE dapat meningkat. Proyek ini berfokus pada EARP, dengan harapan EARP akan mempengaruhi perubahan pelayanan ODE pada berbagai aspek (pendidikan, pekerjaan, sosial, medis, dll).
Selain itu, perlu dipertimbangkan untukl melibatkan elemen masyarakat lain seperti LSM, bidang pendidikan, dan bidang pekerjaan. Dengan pertimbangan itulah, proyek ini akan melibatkan masyarakat secara lebih luas. Proyek ini juga menjadikan sarana bagi seluruh ODE untuk berkespresi tentang pengalaman, emosi, dan harapannya. Pada forum, biasanya hanya beberapa ODE saja yang dipilih untuk bercerita pengalamannya. Pada kesempatan ini, setiap ODE diberi kesempatan untuk ‘bercerita’ melalui multimedia seni, yaitu mengekspresikan segala pengalamannya melalui sebuah gambar, foto, lagu, puisi, dan lain-lain.
III. Tindakan
Konsep acara pada EARP adalah sebuah pameran seni, baik lukisan, foto, musik, ataupun lainnya. Panitia terbentuk dengan cara menggandeng anggota-anggota YEI, dokter, ODE, keluarga ODE, simpatisan, masyarakat umum, dan lain-lain. Hal ini senada dengan hasil penelitian Argyiriou dkk (2004) tentang pentingnya pentingnya faktor psikososial ODE dalam peningkatan kualitas hidup ODE. Kemerosotan kualitas hidup berkorelasi positif dengan penurunan status sosial-ekonomi. Satu hal penting lagi yang didapat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup ODE lebih dipengaruhi oleh persepsi diri tentang stigma, daripada riwayat sakit maupun pengaruh obat. Oleh karena itu kolaborasi antara ODE, keluarga, neurolog, psikolog, dan masyarakat umum, adalah hal yang penting dalam peningkatan kualitas hidup ODE.
Keterlibatan ODE dalam panitia maupun peserta pameran yang harus mempersiapkan karyanya, diharapkan dapat memberikan kegiatan bagi ODE. Dalam domain energi dan vitalitas, dijelaskan bahwa ODE harus mampu menjaga kondisi, dan harus menghindari 5 K (Kelelahan, Kepanasan, Kedinginan, Kepikiran, Kelaparan). Namun bukan berarti ODE lantas membatasi kegiatannya. Kesadaran akan hal ini lah yang juga perlu ditumbuhkan pada ODE dan keluarganya. Pasien-pasien dengan penyakit tertentu seringkali tidak mau ikut dalam keterlibatan kegiatan bersama karena takut penyakitnya muncul dan mengganggu pada saat mengikutinya. Namun sebenarnya, kesibukan dapat membantu pasien dalam ’melupakan sejenak’ penyakitnya (Valesco dkk, 2003). Di sini, dukungan sosial dari masyarakat dan keluarga dibutuhkan.
1. Pameran seni bertajuk ’Menuju terang’. Tajuk ini sengaja dipilih untuk mengajak ODE keluar dari ‘persembunyiannya’ yang gelap. Seni dapat berbentuk apa saja (gambar, lagu, foto, puisi, dll), dan diharapkan dapat menjadi sarana berekspresi bagi ODE. ODE dapat mengekspresikan tentang perasaannya, pengalamannya selama sakit, respon masyarakat yang diterimanya, pengalaman berteman, pengalaman dalam belajar, dll. Komentar ODE tentang arti karya seninya juga akan disertakan dalam pameran.
2. Sosialisasi epilepsi melalui sebuah permainan bernama Action game. Permainan ini sangat mudah, menarik, dan terbukti efektif dalam mereduksi prasangka dan miskonsepsi tentang epilepsi (Anonim, 2008). Permainan ini diproduksi oleh IBE, dan kini telah dialih bahasakan ke dalam 17 bahasa, namun belum ada yang berbahasa Indonesia. Melalui proyek ini, dengan menggandeng YEI yang notabene adalah anggota IBE, diharapkan Action game berbahasa Indonesia dapat diproduksi. Game ini sendiri tahun 2008 berhasil memperoleh 2 penghargaan yaitu Best International Public Relations Campaign Award, dan Overall Winner of The Communique Campaign of The Year 2008, dalam acara Communique Award for Public Relations and Medical Education, di London pada tanggal 10 Juli 2008 (Anonim, 2008).
3. Pelayanan check-up medis, konsultasi medis dan psikologis. Pelayanan ini diharapkan dapat memperjelas informasi tentang epilepsi sehingga kekhawatiran maupun stigma dapat direduksi. Hal ini penting bagi orang tua ODE, karena hasil analisis regresi Yong dkk (2006) menunjukkan bahwa kecemasan orang tua merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan rendahnya kualitas hidup anak-anak dengan epilepsi.
Interaksi dalam keluarga yang kurang sehat dapat juga memunculkan psikopatologi pada anak dengan epilepsi. Hasil studi dari Rodenburg dkk (2006) menunjukkan bahwa penolakan oleh orang tua, akan memunculkan perilaku menyimpang, penarikan diri, depresi, dan attention problems pada anak dengan epilepsi. Pelayanan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup ODE dan juga kualitas hubungan orangtua-anak.
4. Pembagian brosur : informasi tentang epilepsi secara medis, pertolongan pertama bagi ODE, The Traveller’s Handbook, Kiat-kiat sukses mencegah serangan. Serangan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas hidup. Serangan sendiri memiliki dampak medis, psikis, dan sosial. Brosur informasi yang diberikan diharapkan dapat meminimalisir pengaruh negatif serangan tersebut. ODE yang telah terbebas dari serangan memiliki kualitas hidup yang sebanding dengan orang normal (Mrabet dkk, 2004), dan apabila ia masih terus mengkonsumsi obat, hal ini dapat menurunkan kualitas hidup dalam hubungannya dengan kesehatan, karena pengaruh obat tersebut (Sillanp dkk, 2004).
The Traveller’s Handbook sendiri merupakan buku pegangan bagi para ODE dalam bepergian, dan berfungsi sebagai penuntun orang lain untuk menolongnya ketika menemui ODE tersebut terkena serangan. Buku ini dapat diakses dari situs IBE, dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, namun belum ada edisi dalam bahasa Indonesia. Proyek ini berencana untuk mengadaptasinya dalam bahasa Indonesia.
Konsep acara ini diwadahkan ke dalam acara Epilepsi Awareness Raising Week (EARW). EARW diadakan selama seminggu disebuah tempat pameran seni. ODE yang turut serta menyumbangkan karya seninya akan selalu berada di tempat selama pameran. Masyarakat yang hendak menyaksikan, diwajibkan membeli tiket masuk yang didalamnya terdapat salah satu karya seni ODE dalam bentuk visual (lukisan, puisi, lirik lagu, dll).
Pada pintu masuk pameran, masyarakat yang hendak menonton pameran diminta untuk menyaksikan video terlebih dahulu. Sebuah pertanyaan yang mengawali video tersebut adalah, ”Apa yang terjadi saat seseorang mengalami suatu kejadian di waktu dan tempat yang tidak tepat?”, ”Apa yang seseorang rasakan saat mengalami kejadian yang tak diinginkan?”. Video tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh yang nampak normal, dan menyenangkan. Namun tiba-tiba terjadi sesuatu pada tokoh tersebut, di tempat dan waktu yang salah. Video tersebut kemudian menjelaskan tentang apa yang dapat masyarakat lakukan untuk menolong tokoh tersebut. Kemudian video dilanjutkan dengan potongan kejadian ODE saat mengalami serangan. Akhir dari sebuah video tersebut adalah pertanyaan, ” Apa yang terjadi bila serangan tersebut muncul di waktu dan tempat yang tidak tepat? Apa yang dapat kita lakukan untuk menolongnya?”. Penonton pameran kemudian di minta untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan cara memberi saran/komentar kepada salah satu ODE. Penonton diminta menemukan satu karya seni yang tertera dalam tiket masuk masing-masing, kemudian setelah menemukannya penonton dapat membaca penjelasan ODE tentang karya seninya, dan memberikan saran/komentar di sebuah kertas di dekat karya seni. Setelah memberikan saran/komentar, setiap penonton berhak atas satu nomor undian berhadiah.
Proses tersebut diharapkan juga dapat membangun kesadaran ODE tentang seperti apa sebenarnya respon masyarakat terhadap ODE. ODE dapat mengetahuinya melalui komentar-komentar yang tertulis tentang hasil karyanya. Hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri ODE, dan bersedia terbuka terhadap masyarakat, sehingga masyarakat dapat menolong ODE saat mengalami serangan.
Informasi tentang epilepsi tentunya adalah hal yang penting dan dapat mempengaruhi respon masyarakat dan ODE. Oleh karena itu pemberian brosur informasi sudah dilakukan sejak penonton memasuki ruang pameran. Bagi penonton yang ingin mendapatkan informasi lebih jelas, panitia menyediakan sarana konsultasi medis. Bagi ODE, informasi epilepsi sudah diberikan sejak sebelum pameran.
Kesuksesan proyek dipengaruhi oleh jumlah peserta dan pengunjungnya. Oleh karena itu, peran promosi acara tidak dapat disepelekan. Promosi acara akan dimulai sekitar dua atau satu minggu sebelum hari H, melalui iklan media massa (contoh terlampir). Konsep iklan yang direncanakan berbentuk gambar yang disertai informasi acara.
Gambar dalam iklan adalah hasil ekspresi ODE tentang pengalaman epilepsi-nya, yang disertai komentar ODE yang bersangkutan tentang gambarnya. Promosi dilakukan setiap hari dengan gambar yang berbeda. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal para ODE dan berminat untuk mengikuti acara.
IV. Penutup
Proyek ini akan diajukan kepada YEI. Proyek ini sejalan dengan visi-misi YEI. Sponsor proyek ini antara lain pemerintah daerah, perusahaan farmasi, perusahaan-perusahaan lain (operator telepon, radio, makanan, dll). Perusahaan-perusahaan lain dapat juga melakukan promosi produknya melalui proyek ini, mengingat proyek ini adalah gabungan antara seni, hiburan, dan medis.
Koneksi dengan YEI diharapkan dapat mempermudah akses menuju perusahaan farmasi untuk menyeponsori proyek ini. Bagi YEI dan perusahaan farmasi, kegiatan bagi ODE bukanlah hal yang baru. YEI pernah bekerja sama dengan salah satu perusahaan farmasi dalam pemberian beasiswa bagi ODE yang putus sekolah, dengan syarat-syarat tertentu (Anonim, 2007). Salah satu cara lain adalah menggandeng IBE melalui YEI. IBE bersama UCB Pharma akan menyeleksi beberapa proposal untuk kemudian diseleksi. Pada tahun 2007, IBE menyetujui 6 proposal proyek pada negara-negara yang berbeda, dan memberikan dana US$ 5000 pada setiap proyek (Anonim, 2007).
Hasil proyek ini akan dievaluasi. Indikator sukses atau gagalnya proyek ini adalah :
1. Dokter, ODE, dan masyarakat sama-sama aktif mendukung peningkatan kualitas hidup ODE, yang secara umum berhubungan dengan 3 hal : medis, sosial, dan individu.
2. Terbentuknya komunitas ODE di berbagai daerah di Indonesia.
Apabila proyek ini sukses, maka akan diteruskan ke dalam tahap-tahap selanjutnya, antara lain :
1. Pelatihan kerja dan keterampilan bagi ODE yang putus sekolah.
2. Sosialisasi tentang informasi pentingnya penanganan rutin epilepsi sejak dini.
3. Pelayanan kesehatan yang murah kepada ODE.
4. Pelaksanaan proyek dengan tujuan yang sama, pada daerah lain di luar Jakarta, atau bagi target dengan kategori tertentu. Modifikasi program bukanlah hal yang tak mungkin. Hal ini dapat dilakukan mengingat adanya perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain. Faktor-faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, etnis, dan agama memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kualitas hidup ODE (Lua dkk, 2007).ODE dewasa, laki-laki, dari etnis tertentu, dan berbekal ajaran agama tertentu, akan memiliki kualitas hidup dengan ODE berkategori lain. Fungsi sosial, keluarga, psikologis, tentunya akan berbeda satu sama lain, dan akhirnya mempengaruhi domain simptom, dan juga kualitas hidup secara holistik. Oleh karena itu, pelaksanaan proyek dengan cara mengadaptasi kultur setempat dapat dipertimbangkan.